Rabu, 28 September 2016

Bershalawat Kepada Nabi Muhammad SAW

Ada seorang pria datang menemui Nabi Muhammad SAW dan bertanya kepada beliau, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku selalu memperbanyak shalawat kepadamu, maka berapakah waktu yang kubutuhkan untuk bershalawat kepadamu?”

Beliau menjawab, “Sesuka hatimu". Pria itu bertanya lagi,  “Bila seperempat waktuku?”

Beliau menjawab, “Sesuka hatimu. Bila kamu tingkatkan, maka itu lebih baik bagimu”. Pria itu bertanya lagi, “Bila separuh waktuku?”

Beliau menjawab, “Sesuka hatimu-lah. Dan bila kamu tingkatkan maka itu lebih baik bagimu? ”. Pria itu bertanya lagi, “Bila dua pertiga waktuku?”

Beliau menjawab, “Sesuka hatimu-lah. Dan bila kamu tingkatkan maka itu lebih baik bagimu”. Kemudian pria itu berkata, “Ya Rasulullah, akan kupergunakan seluruh waktuku untuk bershalawat kepadamu”.

Beliau menjawab, “Kalau benar begitu, shalawatmu akan mampu mengatasi kesulitan, kesedihan, dan keprihatinan hidupmu. Serta segala dosamu diampuni”.

***

Selasa, 15 Maret 2016

Ali Dan Fadlal

Alkisah -- Menurut salah satu riwayat yang menjelaskan kejadian setelah wafatnya Rasulullah saw.

Ketika saidina Ali bin Abu Thalib membaringkan jenazah Rasulullah saw untuk dimandikan, terdengar suara keras dari sudut rumah yang melarang saidina Ali. Suara itu berkata, “Ali, Muhammad jangan dimandikan, sebab ia orang suci dan disucikan.”

Namun, saidina Ali meragukan kebenaran suara itu. Lalu, ia bertanya, “Siapakah engkau yang bersuara tanpa rupa? Padahal Rasulullah saw telah menyuruhku untuk memandikan jenazahnya?”

Pada saat yang sama, terdengar suara lain. Suara yang kedua itu menangkis suara sebelumnya. Suara itu berkata, “Wahai Ali, lanjutkanlah engkau memandikan jenazah Muhammad. Ketahuilah bahwa suara pertama adalah dari Iblis. Iblis iri kepada Nabi Muhammad saw dan ia menghasudmu dengan tujuan agar Nabi Muhammad saw dimakamkan tanpa dimandikan.”

Saidina Ali menjawab suara kedua itu, “Semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikanmu atas pemberitahuanmu kepadaku bahwa suara pertama adalah Iblis terkutuk. Dan siapakah engkau ini?”

“Aku adalah Khidir. Kedatanganku untuk menghormati jenazah Nabi Muhammad saw.”

Maka saidina Ali melanjutkan pekerjaannya, yaitu memandikan jenazah Rasulullah saw dibantu oleh Fadlal bin Abbas dan Zaid bin Usamah yang menuangkan airnya. Saat itu, Jibril datang dengan membawakan obat dari surga untuk mengawetkan jenazahnya.

Setelah selesai memandikan jenazah Rasulullah saw, mereka membungkusnya dengan kain kafan dan memakamkannya di kamar tidurnya pada malam Rabu. Namun, ada yang menyebutkan di malam Selasa.

Setelah Rasulullah saw dimakamkan, Siti Aisyah berdiri tegak di atas makam Rasulullah saw seraya berkata, “Wahai orang yang tidak pernah memakai kain sutra, dan tiada pernah tidur di atas kasur yang tebal. Wahai orang yang meninggalkan dunia yang fana ini, perutnya tidak pernah kenyang sekalipun roti yang terbuat dari tepung kasar. Wahai orang yang senang tidur diatas tikar daripada diatas kasur tebal. Wahai orang yang tidak pernah tidur semalam suntuk akibat takut akan siksa neraka Sya’ir.

***


Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya. 

Tsauban ra

Alkisah -- Pada suatu hari, salah seorang sahabat yang bernama Tsauban datang menghadap Rasulullah saw. Dia datang dengan raut muka yang berkusut, tubuhnya kurus kering kerontang dan terlihat sekali kesedihan di wajahnya.

Melihat perubahan pada diri pelayannya itu, Rasulullah saw bertanya kepada Tsauban, “Wahai Tsauban, apakah yang terjadi pada dirimu?”

Tsaubanpun menjawab, “Wahai Rasulullah saw, sebenarnya tubuhku tidak sakit, dan tidak menderita penyakit apapun. Kecuali, jika aku tidak melihatmu maka lenyaplah kesabaranku, sampai aku dapat bertemu denganmu.

Lalu, ingatanku tertuju ke akhirat. Maka timbullah rasa ke khawatiranku. Jangan-jangan aku tidak dapat melihat wajahmu disana. Sebab aku tahu pasti, kedudukanmu bersama dengan para Nabi terdahulu.”

“Dan seandainya aku masuk Surgapun, kondisi tempatku berbeda jauh dengan kedudukkanmu.

“Apalagi, jika aku tidak dimasukkan ke Surga maka untuk selama-lamanya aku tidak dapat memandang wajahmu. Kemudian, bagaimana dengan nasibku kelak di akhirat?”

Sesaat setelah sahabat yang bernama Tsauban ini menyampaikan keluh kesahnya, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Rasullullah saw. Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Dan siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang di anugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”(Q.S. An Nisa, 4: 69)

Setelah menyampaikan ayat 69 dari surat An Nisa ini, Rasulullah saw bersabda kepada para sabahatnya: “Siapa bershalawat kepadaku di pagi hari sebanyak 10 kali dan 10 kali di petang harinya, maka ia pasti diselamatkan dari goncangan besar yang mengejutkan dihari Kiamat, dan ia berkumpul dengan para Nabi dan shiddiqin yang telah diberi nikmat oleh Allah SWT.”

***

Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya. 

Senin, 14 Maret 2016

Nabi Sulaiman as Dan Semut

Para Nabi -- Dalam suatu riwayat, setelah Nabi Muhammad saw selesai sholat, beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Sungguh, aku ingin menyampaikan suatu hadist yang disampaikan Jibril as kepadaku.”

“Baiklah, wahai Rasulullah, jawab para sahabat.

Nabi Muhammad saw bersabda: “Jibril bercerita kepadaku tentang saudaraku, yakni Nabi Sulaiman as.

Pada waktu Sulaiman as sholat di tepi laut, ia melihat seekor semut lewat dihadapannya. Di mulut semut itu, ada selembar daun hijau. Nabi Sulaiman pun terkaget-kaget.

Kemudian, seekor katak datang menghampiri semut. Dan semut naik ke atas punggung katak. Setelah itu, katak menyelam ke dasar laut. Tak lama sesudah itu, muncul lah semut yang terapung-apung diatas permukaan air. Dan semut itupun segera menghadap Nabi Sulaiman as.

Nabi Sulaiman as meminta semut untuk menjelaskan perjalannya tadi, “Ceritakan lah apa yang barusan kamu lakukan, wahai semut?”

Semut menjawabnya, “Baiklah, Tuanku. Tadi aku menyelam ke dasar laut. Di dasar laut itu, ada sebuah batu yang sangat besar, dan di dalamnya ada seekor ulat yang rezekinya diberikan oleh Allah SWT melalui aku, yakni daun hijau yang kubawa tadi.

Setiap harinya, aku datang dua kali dengan membawakan daun rezeki dari Allah SWT untuknya. Di laut ini, ada satu malaikat yang menjelma sebagai seekor katak. Katak itulah yang selalu membawaku menyelam ke dasar laut dan meletakkan aku diatas batu besar.

“Ketika aku sampai diatas batu besar itu, batu itupun membelah diri, sehingga ulat keluar dari dalamnya. Daun hijau yang kubawa, aku berikan kepada ulat sebagai makanannya. Lalu, katak itu membawaku kembali ke permukaan air.

Setelah makan, ulat mengucapkan doa dan pujian kepada Allah, “Mahasuci Allah yang telah menjadikan aku dapat hidup di dalam laut. Dia tidak membiarkan aku terlantar tanpa rezeki, maka timbullah suatu pertanyaan: lupakah umat Muhammad saw dari rahmat Allah?

***


Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya.

Malaikat, Manusia Dan Hewan

Hikmah -- Di antara 3 makhluk ciptaan Tuhan, yaitu: malaikat, manusia dan hewan maka posisi manusia berada di pertengahan antara malaikat dan hewan.

Maksudnya, ketika menciptakan malaikat, Tuhan menganugrahinya akal pikiran sehingga malaikat menjadi makhluk yang taat dalam beribadah kepada Tuhan.

Ketika menciptakan hewan, Tuhan menganugrahinya nafsu syahwat sehingga hewan tidak pernah berpikir untuk beribadah kepada Tuhannya. Siklus hidup hewan adalah berkembang biak dan selanjutnya mati/punah.

Ketika menciptakan manusia, Tuhan menganugrahinya akal pikiran dan nafsu syahwat. Praktisnya, berkat akal pikiran manusia mampu bertindak layaknya malaikat. Dan akibat menuruti nafsu syahwatnya, manusia berwatak seperti tabiat hewan.

Lebih parah lagi, manusia akan lebih jahat daripada hewan, manakala nafsu syahwatnya menguasai akal pikirannya. Manusia tidak lagi berpikir halal atau haram. Manusia model begini, akan makan apa saja yang diinginkannya, dan akan mengambil apa saja yang diinginkannya. Tidak peduli dengan orang lain. Celakalah!

Allah SWT menegaskan dalam Al Qur`anul karim:
Artinya:
“Sungguh, Kami jadikan untuk memenuhi neraka jahanam kebanyakan dari bangsa jin dan umat manusia, mereka sekalipun punya hati namun tidak digunakan untuk mempelajari (Al Qur`an), mereka punya mata namun tidak dipakai untuk melihat bukti Kebesaran Tuhan, dan mereka punya telinga namun tidak digunakan untuk mendengar (isi Al Qur`an). Mereka tidak berbeda dengan hewan, bahkan lebih sesat lagi. Merekalah orang-orang yang lengah.” (Q.S. Al A`raf,:179)

Menurut ayat diatas, Tuhan memberikan hati, untuk mempelajari Al Qur`an dan maknanya, sehingga manusia bisa memilah dan memilih mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Tujuannya, agar manusia tidak salah jalan dalam hidupnya.

Tuhan memberikan kita mata, untuk melihat bukti Kebesaran-Nya, sehingga keberadaan manusia tidak serta merta ada dengan sendirinya. Namun, ada yang mencipta. Dengan begitu, manusia dapat menyakini akan keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tuhan memberikan kita telinga, untuk mendengar hal-hal yang baik, seperti mendengar orang yang membaca Al Qur`an, mendengar ceramah para alim ulama, mendengar nasehat dari orang-orang bijak.

***

Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya. 

Sedekah Roti

Alkisah -- Di suatu desa, ada sepasang suami istri yang hidup sederhana. Si suami berangkat kerja ke ladang setiap pagi. Sementara itu, si istri mengasuh anaknya yang masih bayi.

Setiap suaminya berangkat kerja, si  istri selalu mengantar suaminya sampai ke teras rumah sambil menggendong bayinya.

Pagi itu, setelah suaminya berangkat, ia punya sepotong roti untuk sarapan. Saat hendak memakannya, datang seorang pengemis tua yang meminta roti miliknya.
Assalamu`alaikum, wahai perempuan yang baik hati. Aku sangat lapar. Aku minta sedekah roti yang ada di tanganmu untuk mengganjal rasa lapar diperutku.”

“Baiklah.”

Tanpa berpikir panjang, perempuan itu menyerahkan sepotong roti yang hendak disantapnya. Ia bersedekah roti semata-mata karena Allah SWT.

Di sore harinya, perempuan itu pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar sambil menggendong anaknya yang masih bayi. Sesampainya ia di pinggiran hutan, perempuan itu langsung memungut kayu-kayu kering.

Tak disangka-tak diduga, anak bayi yang digendongnya disambar srigala hutan dan dibawa kabur ke dalam hutan. Spontan perempuan itu terak-teriak sambil mengejar srigala.

“Allahu akbar……Allahu akbar……Allahu akbar……”

Perempuan itu terus-menerus mengejar, membuntuti dan mencari-cari srigala hutan yang membawa anaknya sampai ke dalam hutan.

Allah SWT Maha Mendengar doa setiap hamba-Nya. Dan doa perempuan itu langsung di ijabah oleh-Nya.

Allah mengutus Jibril AS untuk mengambil anak bayi dari mulut srigala hutan, kemudian menyerahkannya kembali ke kepada ibunya.

Saat menemui perempuan itu, Jibril menyerupa seorang laki-laki dan menyerahkan bayi itu kepada ibunya. Lalu berkata, Wahai, hamba Allah. Ikhlaskah engkau sesuap dibalas dengan sesuap?”

***

Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya.

Minggu, 13 Maret 2016

Sang Putri Bersedekah

Alkisah -- Ketika jazirah Arab dilanda musibah kelaparan, ada seorang pengemis yang mendatangi rumah orang kaya. Pengemis itu berdiri di depan pintu rumah dan berkata kepada penghuni rumah, “Assalamu`alaikum.”

“Wa`alaikum salam”, jawab Sang Putri yang baik nan cantik jelita, sambil menghampiri pengemis itu. Sang Putri merupakan salah seorang anak dari penghuni rumah yang kaya raya.

Pengemis itu berkata lagi, “Bersedekahlah kepadaku semata-mata karena Allah SWT, meskipun hanya sepotong roti!”

“Baiklah. Tunggu sebentar”, jawab Sang Putri.

Sang Putri masuk ke dalam rumah. Tak seberapa lama, ia datang dan segera memberikan sepotong roti yang masih hangat kepada pengemis itu.

Namun, sungguh malang nasib Sang Putri. Ayahnya yang jahat dan pelit bin kikir bin bakhil datang. Karena tak rela roti miliknya diberikan kepada pengemis, Sang Ayah memarahi putrinya, dan langsung mengusir pengemis itu.

Tak cuma itu, Sang Ayah menghukum putrinya dengan memotong tangan kanannya agar putrinya itu tidak bersedekah lagi.

Seminggu kemudian, perusahan milik Sang Ayah bangkrut. Dan karena tak sanggup membayar hutang, seluruh harta bendanya di sita untuk menutupi semua hutang piutangnya.

Akhirnya, Sang Ayah jatuh sakit dan meninggal dalam keadaan miskin dan terhina.
Sedangkan Sang Putri yang cantik jelita hidup menderita dan terlantar. Ia menjadi seorang pengemis yang kerjanya meminta-minta dari satu pintu rumah ke pintu rumah lainnya. Demikianlah, Sang Putri berkeliling kampung untuk mengemis.

Pada suatu hari, Sang Putri mendatangi rumah orang kaya. Ia masuk ke halaman dan mengetuk pintu rumah, “Assalamu`alaikum.”

“Wa`alaikum salam”, jawab seorang Ibu penghuni rumah.

Sang Putri yang menjadi pengemis itu mengiba, “Wahai Ibu yang baik hati, sudilah kiranya bersedekah kepadaku semata-mata karena Allah SWT, meskipun hanya sepotong roti!”

“Baik. Tunggu disini”, jawab Ibu penghuni rumah.

Sejenak, melihat dan memperhatikan kecantikan gadis pengemis itu, langsung saja Sang ibu mengajaknya masuk ke dalam rumah. Lalu, Sang Putri pengemis masuk ke dalam rumah.

Karena tertarik dengan keluwesan dan kelembutan hatinya, Ibu itupun tumbuh minat dalam benaknya untuk mengambilnya sebagai menantunya, “Gadis pengemis ini akan ku jodohkan dengan putraku yang kaya raya.”

Sebelum menikah, Sang Putri dihiasi dengan pakaian yang indah-indah, maka tampaklah kecantikannya. Beberapa hari kemudian, Sang Putri itu menikah dengan putra dari Ibu yang kaya raya.

Pada malam pertama pernikahannya, kedua pasang pengantin menikmati hidangan pesta malam. Sang Putri makan dengan tangan kirinya.

Suaminya menegurnya dan memintanya makan menggunakan tangan kanan. Namun, Sang Putri tetap makan dengan tangan kirinya. Sang suami menegurnya lagi dan memintanya berulang-ulang agar istrinya makan menggunakan tangan kanannya.

Nah, pada teguran terakhir itulah, dari sudut rumah terdengar suara gaib kepada Sang Putri.

“Keluarkanlah tangan kananmu, wahai Putri!

Sungguh engkau telah bersedekah sepotong roti karena Allah. Maka, Aku harus memberikan tanganmu kembali.

Keluarkan tanganmu, wahai Putri! Keluarkanlah!”

Keajaiban pun terjadi malam itu. Sang Putri menggerakkan lengan kanannya sehingga keluarlah tangan kanan yang indah seperti tangan kanan miliknya dahulu.

Berkatalah Sang Putri, “Alhamdulillahirobbil alamin. Segala puja dan puji bagi Allah SWT yang telah mengembalikan tangan kananku kembali seperti sediakala.

Alhamdulillah...
Alhamdulillah...”

Sejak saat itu, Sang Putri makan bersama suaminya dengan tangan kanannya berkat Kekuasaan Allah SWT.

***

Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya.

Sang Imam Pencari Rezeki

Alkisah -- Suatu hari, seorang ulama besar yang bernama Imam Az Zahidi hendak membuktikan keyakinan tentang urusan rezeki.

Untuk itu, Sang Imam melakukan perjalanan jauh seorang diri dengan menjelajahi bumi Allah menuju daerah yang tidak dilewati seorang manusia pun.

Sampailah Sang Imam di sebuah hutan yang lebat. Ia menuju bukit, masuk ke dalam goa yang gelap gulita. Kemudian, ia duduk di sudut gua tersebut sambil berdzikir dalam hatinya.

Di dalam benak pikirannya, Sang Imam berkata, “Aku hendak mengamati dengan cara apakah Tuhanku memberikan rezeki kepadaku di tempat sunyi dan sepi seperti ini?”

Tuhan Yang Maha Kuasa mendengar ucapan Sang Imam. Dan Tuhan membuktikan Kuasa-Nya.

Beberapa  hari kemudian, ada suatu rombongan kafilah yang membawa barang dagangan melintasi hutan tersebut. Ketika hujan turun lebat, mereka tersesat arah hingga mereka pun sibuk mencari tempat berteduh.

Masuklah mereka ke dalam gua dimana Sang Imam berada di dalam. Merekapun melihatnya. Dan salah seorang dari mereka bertanya, “Hai hamba Allah?”

Sang Imam hanya menjawab dalam hatinya, namun lisannya tak menjawab. Salah seorang dari mereka berkata, “Mungkin dia kedinginan dan tak mampu bicara!”

Mereka mengumpulkan kayu kering dan membuat api unggun di dekat Sang Imam, dengan tujuan menghangatkan tubuh Sang Imam. Kemudian, mereka mengajaknya berbicara lagi.

Lagi-lagi, Sang Imam tetap diam seribu bahasa. Sahut salah saorang dari mereka, “Ada kemungkinan dia kelaparan!”

Mereka menyiapkan makanan dan memberikan makanan tersebut dengan isyarat kepada Sang Imam. Sekali lagi, Sang Imam tidak mengambil makanan yang disediakan dan tetap diam membisu di tempat duduknya.

“Orang ini terlalu lama duduk di tempatnya sehingga ia tak kuat mengambilnya!”, kata seorang perempuan yang menyiapkan makanan.

Lalu, perempuan lain menimpalinya, “Ya, betul. Dan pastinya, ia sudah lama tak makan apapun!”

Mereka memasak susu hangat dan kolak manis supaya Sang Imam mau makan. Lagi-lagi, Sang Imam tidak menolehkan mukanya. Berkatalah salah seorang dari mereka, “Sepertinya mulut dan gigi-giginya tertutup rapat.”

“Coba kalian buka mulutnya. Trus, buka gigi-giginya menggunakan pisau!”, perintah ketua rombongan.

Berdirilah dua orang laki-laki. Mereka mengambil pisau untuk membuka mulut Sang Imam. Akhirnya, usaha mereka tidak sia-sia. Mulut dan gigi Sang Imam terbuka. Mereka memasukkan sesuap kolak ke mulut Sang Imam.

Hati Sang Imam tergelitik geli melihat prilaku orang-orang kafilah itu yang terus menerus berusaha memberi makan kepadanya tanpa kenal menyerah. Karena sudah tak tahan, akhirnya Sang Imam tertawa terbahak-bahak.

“Ah, ahh, ahhh, ahhhh………..”

“Sudah gilakah Anda, Tuan?”, kata laki-laki yang memegang mulut Sang Imam terkaget sambil melompat ke belakang. Begitupun laki-laki yang menyuapi kolak.

“Tidak!”, jawab Sang Imam.

“Lalu…?”, tanya pemimpin mereka.

Sang Imam pun menjelaskan alasannya, “Aku sekali-kali tidak gila. Begini. Aku hanya ingin membuktikan kekuasaan Allah SWT. Sampai sejauh mana Tuhanku menjamin rezeki untukku.

Kini akupun tahu dengan pasti Allah SWT menjamin rezekiku dan rezeki hamba-hamba-Nya kapan saja, dimana saja hamba-Nya berada dan dengan cara apa saja. Itu yang sedang kubuktikan.”

***

Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya.