Selasa, 15 Maret 2016

Ali Dan Fadlal

Alkisah -- Menurut salah satu riwayat yang menjelaskan kejadian setelah wafatnya Rasulullah saw.

Ketika saidina Ali bin Abu Thalib membaringkan jenazah Rasulullah saw untuk dimandikan, terdengar suara keras dari sudut rumah yang melarang saidina Ali. Suara itu berkata, “Ali, Muhammad jangan dimandikan, sebab ia orang suci dan disucikan.”

Namun, saidina Ali meragukan kebenaran suara itu. Lalu, ia bertanya, “Siapakah engkau yang bersuara tanpa rupa? Padahal Rasulullah saw telah menyuruhku untuk memandikan jenazahnya?”

Pada saat yang sama, terdengar suara lain. Suara yang kedua itu menangkis suara sebelumnya. Suara itu berkata, “Wahai Ali, lanjutkanlah engkau memandikan jenazah Muhammad. Ketahuilah bahwa suara pertama adalah dari Iblis. Iblis iri kepada Nabi Muhammad saw dan ia menghasudmu dengan tujuan agar Nabi Muhammad saw dimakamkan tanpa dimandikan.”

Saidina Ali menjawab suara kedua itu, “Semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikanmu atas pemberitahuanmu kepadaku bahwa suara pertama adalah Iblis terkutuk. Dan siapakah engkau ini?”

“Aku adalah Khidir. Kedatanganku untuk menghormati jenazah Nabi Muhammad saw.”

Maka saidina Ali melanjutkan pekerjaannya, yaitu memandikan jenazah Rasulullah saw dibantu oleh Fadlal bin Abbas dan Zaid bin Usamah yang menuangkan airnya. Saat itu, Jibril datang dengan membawakan obat dari surga untuk mengawetkan jenazahnya.

Setelah selesai memandikan jenazah Rasulullah saw, mereka membungkusnya dengan kain kafan dan memakamkannya di kamar tidurnya pada malam Rabu. Namun, ada yang menyebutkan di malam Selasa.

Setelah Rasulullah saw dimakamkan, Siti Aisyah berdiri tegak di atas makam Rasulullah saw seraya berkata, “Wahai orang yang tidak pernah memakai kain sutra, dan tiada pernah tidur di atas kasur yang tebal. Wahai orang yang meninggalkan dunia yang fana ini, perutnya tidak pernah kenyang sekalipun roti yang terbuat dari tepung kasar. Wahai orang yang senang tidur diatas tikar daripada diatas kasur tebal. Wahai orang yang tidak pernah tidur semalam suntuk akibat takut akan siksa neraka Sya’ir.

***


Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya.