Ketika saidina Ali bin Abu Thalib membaringkan
jenazah Rasulullah saw
untuk dimandikan, terdengar suara keras dari sudut rumah yang melarang saidina Ali. Suara itu
berkata, “Ali, Muhammad jangan dimandikan, sebab ia orang suci dan
disucikan.”
Namun, saidina Ali meragukan kebenaran suara itu.
Lalu, ia bertanya, “Siapakah engkau yang bersuara tanpa rupa? Padahal
Rasulullah saw telah
menyuruhku untuk memandikan jenazahnya?”
Pada saat yang sama, terdengar suara lain. Suara yang
kedua itu menangkis suara sebelumnya. Suara itu berkata, “Wahai Ali,
lanjutkanlah engkau memandikan jenazah Muhammad. Ketahuilah bahwa suara pertama
adalah dari Iblis. Iblis iri kepada Nabi Muhammad saw dan ia menghasudmu dengan tujuan
agar Nabi Muhammad saw
dimakamkan tanpa dimandikan.”
Saidina Ali
menjawab suara kedua itu, “Semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikanmu atas
pemberitahuanmu kepadaku bahwa suara pertama adalah Iblis terkutuk. Dan siapakah
engkau ini?”
“Aku adalah Khidir. Kedatanganku untuk menghormati
jenazah Nabi Muhammad saw.”
Maka saidina Ali melanjutkan pekerjaannya, yaitu
memandikan jenazah Rasulullah saw dibantu oleh Fadlal bin Abbas dan Zaid bin Usamah
yang menuangkan airnya. Saat itu, Jibril datang dengan membawakan obat dari
surga untuk mengawetkan jenazahnya.
Setelah
selesai memandikan jenazah Rasulullah saw, mereka
membungkusnya dengan kain kafan dan memakamkannya di kamar tidurnya pada malam
Rabu. Namun, ada yang menyebutkan di malam Selasa.
Setelah Rasulullah saw dimakamkan, Siti Aisyah berdiri
tegak di atas makam Rasulullah saw seraya berkata, “Wahai orang yang tidak pernah memakai kain sutra, dan tiada pernah
tidur di atas kasur yang tebal. Wahai orang yang meninggalkan dunia yang fana
ini, perutnya tidak pernah kenyang sekalipun roti yang terbuat dari tepung
kasar. Wahai orang yang senang tidur diatas tikar daripada diatas kasur tebal.
Wahai orang yang tidak pernah tidur semalam suntuk akibat takut akan siksa
neraka Sya’ir.”
***
Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit
Mahkota, Surabaya.