Senin, 07 Maret 2016

Umar Dan Ali

Alkisah -- Dahulu kala ada sebuah cerita. Seorang Kyai punya santri 2 orang. Yang satu namanya Ali dan yang satunya lagi namanya Umar.

Suatu hari, si Ali pergi ke kebun, nyabut sebatang singkong. Ketika singkong tercabut, Ali melihat, “Ah, ini singkong bagus sekali. Banyak lagi isinya. Kalau dihadiahkan ke Abah Kyai, pasti senang hati beliau. Ah, tabarukkan. Cari berkah dari Abah Kyai!”

Semenit kemudian, berangkatlah si Ali ke rumah Kyai sambil menenteng sebatang singkong. Sampai di rumah Kyai,
Ali
:
Assalamu`alaikum, Abah.
Kyai
:
Wa`alaikumsalam, Li. Ada apa?
Ali
:
Saya dari kebun, Abah Kyai. Saya nyabut singkong sebatang, bagus sekali. Dan banyak isinya. Saya ingat sama Abah Kyai. Lalu, saya bawa singkongnya ke sini. Doakan saya, Abah Kyai, supaya hidup saya barokah.
Kyai
:
Ooh, bawa masuk singkongnya ke dapur, Li. Insya Allah, Abah doakan supaya hidupmu barokah, bahagia, rezekimu halal dan lancar.
Ali
:
Baik, Abah Kyai.

Lalu, Ali bergegas masuk ke dapur dan menaruh singkong di atas dipan. Kyai menemui istrinya yang sedang menyapu di samping rumah. Kyai bilang sama istrinya,

Kyai
:
Umi…umi…..…..
Nyai Kyai
:
Ada apa, Bah?
Kyai
:
Itu si Ali. Dia tuh, datang jauh-jauh kemari hadiahkan kita singkong. Sekarang ini, dia akan pulang, kita kasih apa si Ali?
Nyai Kyai
:
Abah, ada seekor kambing dibelakang, hadiah pengusaha tempo hari ke kita. Daripada di sini ngga ada yang merawat, akan lebih baik dikasihkan ke si Ali. Siapa tahu bila dia yang pelihara, lalu berkembang biak. Jadi banyak nantinya.
Kyai
:
Ooh, jadilah itu.

Ali permisi mau pulang. Kata Kyai,

Kyai
:
Li, Abah hadiahkan kamu seekor kambing. Peliharalah baik-baik. Mudah-mudahan membawa berkah.
Ali
:
Alhamdulillah. Terima kasih, Abah Kyai.

Pulanglah Ali dengan membawa seekor kambing pemberian Kyai. Di jalan pulang, ketemu temannya si Umar.

Umar
:
Dari mana kau, Li?
Ali
:
Dari rumah Abah Kyai, Mar.
Umar
:
Itu kambing?
Ali
:
Ya, dikasih sama Abah.
Umar
:
Kenapa kau dikasih kambing?
Ali
:
Ga tahu saya, Mar. Datang cuma bawa singkong ke rumah Abah Kyai. Eh, pulangnya dikasih kambing.

Si Umar nih otak dagangnya jalan, “Kalau si Ali saja bawa singkong, dikasih kambing. Bagaimana kalo saya bawa duren?

Jadi, mampirlah si Umar ke pasar untuk membeli duren. Sesampainya di pasar, Umar membeli 3 duren montong yang bagus dan besar. Lalu, dibawanya duren tersebut ke rumah Kyai.

Umar
:
Assalamu`alaikum, Abah Kyai!
Kyai
:
Wa`alaikumsalam. Eh, Umar. Masuk-masuk. Ada apa, Mar?
Kyai
:
Duren, Abah Kyai. Ikhlas karena Allah. Ikhlas Abah. Ikhlas…Silahkan.
Kyai
:
Ooh, duren. Bawa masuk ke dapur, Mar.

Sejurus kemudian, si Umar bergegas menaruh duren bawaannya di dapur bersebelahan dengan singkong bawaan si Ali. Kyai bilang lagi sama istrinya,

Kyai
:
Umi…umi….umi……….
Nyai Kyai
:
Ada apa lagi, Abah?
Kyai
:
Ituh-tuh si Umar datang kemari hadiahkan kita duren montong. Lebih banyak daripada yang dibawa si Ali. Kalau si Umar akan pulang, kita kasih apa dia?
Nyai Kyai
:
Abah, inih. Kambing seekor pun sudah tidak ada lagi. Kan sudah diberikan ke si Ali, Bah. Sudah ga ada apa-apa lagi di rumah.
Kyai
:
Oooh, gitu yah!
Nyai Kyai
:
Iyah.
Kyai
:
Jadi, gimana?

Lalu kata istrinya Kyai,

Nyai Kyai
:
Begini saja, Bah. Si Ali tadi pagi kan datang kemari bawa singkong!
Kyai
:
Lalu?
Nyai Kyai
:
Si Umar tuh, daripada pulang dengan tangan kosong, sudaaaah, singkong si Ali aja kasih ke si Umar!
Kyai
:
Gitu…..
Nyai Kyai
:
Iya, laah.
Kyai
:
Yaaa, jadilah.

Umar permisi mau pamit pulang. Kata Kyai,

Kyai
:
Mar, ada singkong. Kamu bawa pulang. Abah hadiahkan sama kamu. Rebus. Mudah-mudahan membawa berkah buat kamu.
Umar
:
Baik, Abah Kyai.

Pulanglah si Umar sambil membawa singkong.

Jadi, ini sebuah potret kehidupan. Betapa si Ali yang ikhlas membawa singkong untuk diberikan ke Kyai, pulangnya mendapat kambing. Sedangkan si Umar yang punya target, dia datang ke rumah Kyai dengan membawa duren montong 3 buah, akhirnya dia pulang hanya mendapat singkong.

Inilah cerita tentang ikhlas. Bahwa, apapun pekerjaannya, kalau sudah kita mulai bukan karena Allah, bersiap-siaplah untuk kecewa. Apapun usaha kita, bila bukan karena Allah, bersiap-siaplah untuk kecewa.

***
Tulisan di atas adalah kutipan akhir dari ceramah KH. Zainuddin MZ ketika memberikan kultum Ramadhan di TV7 (kini Trans7). Tulisannya disesuaikan dengan gaya penulis.

Referensi: KH. Zainuddin MZ, Ceramah Ramadhan: Ikhlas”, TV7, Jakarta