Hikmah
-- Menurut pendapat beberapa ulama, seorang manusia dapat melakukan perbuatan
dosa karena didorong oleh 3 sifat, yakni sifat sombong atau sifat rakus ataupun
sifat dendam dengki yang ada dalam dirinya.
Pertama, awal mula dari sifat
sombong ditunjukkan pertama kali oleh Iblis dihadapan Allah SWT, yakni pada
saat diperintah oleh Tuhan untuk sujud kepada Adam.
Perintah sujud
disini bukanlah menyembah kepada Adam, tapi perintah untuk memberikan penghormatan
kepada ciptaan Tuhan, yakni manusia pertama, Adam.
Mengapa Iblis
menolak? Iblis merasa lebih mulia dan lebih baik dibandingkan Adam. Selain itu,
Iblis juga merasa bahwa dirinya makhluk yang lebih dulu diciptakan, lebih lama
dalam beribadah dan lebih tinggi martabatnya dibandingkan Adam yang baru
diciptakan Allah SWT.
Kesombongan itulah
penyebab utama mengapa Iblis membangkang perintah Allah SWT. Karena
pembangkangannya itu, akhirnya ia terusir dari Surga. Sebelum meninggalkan Surga,
ia sempat bersumpah akan mengganggu dan menggoda Adam dan keturunannya sampai
hari kiamat.
Sifat sombong
ini dibisikan Iblis ke dalam dada manusia. Dan manusia yang memiliki sifat sombong dan bersikap
sombong adalah bila ia (manusia) merasa paling benar, merasa paling bisa, sehingga ia meremehkan
orang lain dan mencela kesalahan orang lain.
Kedua, awal mula sikap
rakus ditunjukkan pertama kali oleh Adam saat tinggal di Surga. Di Surga, ia
diberi kebebasan untuk makan apa saja, kecuali memakan buah khuldi.
Akibat bujuk
rayu Iblis yang terus menerus menggodanya, sehingga timbul keinginan untuk menyenangkan hati istrinya itu, maka ia
memetik buah khuldi dan memberikannya kepada istrinya.
Akibat dari
sifat dan sikap rakusnya, maka Adam dan Hawa diperintahkan Tuhan untuk
meninggalkan Surga dan menetap di dunia.
Artinya:
“Ceriterakanlah
kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya,
ketika keduanya mempersembahkan kurban, lalu diterima dari salah seorang dari mereka
berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil)…." (Q.S. Al
Maidah, 5: 27)
Hal ini yang
menjadi penyebab Qabil yang tidak diterima amalannya, dan mengancam membunuh
saudaranya (Habil) dan bersumpah:
Artinya:
“...: Ia
berkata (Qabil):“Aku pasti membunuhmu!”…” (Q.S. Al Maidah, 5: 27)
Namun
saudaranya (Habil) memberikan nasihat dan berkata, “Apabila demikian adanya,
bukanlah salahku, melainkan salahnya berpulang kepadamu dimana perbuatanmu
tidak disertai dengan takwa.”
Artinya:
“Sesungguhnya
Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al Maidah,
5: 27)
Habil
berkata lagi,
Artinya:
“Sungguh kalau
kamu mengerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan
menjulurkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada
Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al Maidah, 5: 28)
Habil berkata
lagi, “Di samping itu, aku tidak ingin memikul dosa orang lain.”
“Sesungguhnya
aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu
sendiri,…” (Q.S. Al Maidah, 5: 29)
Habil berkata
lagi, “Apabila kamu (Qabil) menjalankan ancamanmu dan membunuhku, maka beban
dosa yang telah kulakukan pada masa lalu akan jatuh di pundakmu. Karena kamu
telah membunuhku dan engkau harus membayar tebusannya dan karena kamu tidak
memiliki amal kebaikan maka kamu harus memikul beban dosa-dosaku. Dan tentu
saja dengan menerima tanggung jawab besar ini.”
Artinya:
“… maka kamu
akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi
orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al Maa`idah, 5: 29)
Dari ayat-ayat
ini, dapat disimpulkan bahwa sumber pertama perbedaan, pembunuhan dan
pelanggaran dalam dunia manusia adalah masalah dengki.
***
Referensi:
Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun
Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya.