Aqidah -- Sikap hidup seseorang
dibentuk oleh keyakinan yang dimilikinya. Sebagai muslim, keyakinan kita berpegang teguh pada 2 kalimat syahadat. Nah, Lafadz 2 kalimat syahadat adalah:
Asyhadu an laa illaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah.
Artinya:
“Saya
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan saya bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah.”
2 kalimat
syahadat ini membentuk prilaku kehidupan kita. Kenapa?
Karena inilah ikrar yang kita ucapkan kepada Allah dan Rosulullah. Artinya, pada saat kita berkata, “Asyhadu an laa illaaha illallaah = saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah”, kita sudah
melaksanakan sebuah janji.
Kalau kita yakin tidak ada Tuhan selain Allah, itu berarti :
- Kita tidak akan pernah takut kecuali hanya kepada Allah.
- Kita tidak akan pernah menggantungkan hidup kecuali hanya kepada Allah.
- Kita tidak akan melarikan persoalan kecuali hanya kepada Allah.
- Kita tidak akan minta tolong kecuali hanya kepada Allah.
- Kita tidak akan minta rezeki kecuali hanya kepada Allah.
Berurat dan berakar kalimat syahadat ini di dalam hati kita, membentuk
kepribadian
kita dan mewarnai seluruh langkah kehidupan kita.
Di zaman modern seperti sekarang ini, kita-kita fasih betul mengucapkan 2 kalimat syahadat. Bahkan, mengucapkan tahlil pun kita sudah lancar. Tetapi, konsekuensi dari 2 kalimat syahadat
itu sering kita abaikan. Apalagi kita sedang
berhadapan dengan zaman yang serba sulit seperti sekarang ini.
Perkembangan ekonomi yang tidak menentu, lapangan pekerjaan susah, jumlah pengangguran banyak, biaya hidup tinggi, kemiskinan meningkat. Maka, orang-orang mudah mengalami proses pergeseran nilai.
Terjadilah perubahan gaya hidup konsumtif dalam masyarakat Indonesia sejak era reformasi hingga sekarang. Sholatnya masih menghadap Allah, tapi kepengen dagangan laris, menghadap dukun.
Di campurlah itu, “Iyya ka` na budhu wa dukun nastain = Hanya kepada Allah kami menyembah dan hanya kepada dukunlah kami memohon pertolongan.” Inikan sudah gaya hidup yang sinkrit.
Perkembangan ekonomi yang tidak menentu, lapangan pekerjaan susah, jumlah pengangguran banyak, biaya hidup tinggi, kemiskinan meningkat. Maka, orang-orang mudah mengalami proses pergeseran nilai.
Terjadilah perubahan gaya hidup konsumtif dalam masyarakat Indonesia sejak era reformasi hingga sekarang. Sholatnya masih menghadap Allah, tapi kepengen dagangan laris, menghadap dukun.
Di campurlah itu, “Iyya ka` na budhu wa dukun nastain = Hanya kepada Allah kami menyembah dan hanya kepada dukunlah kami memohon pertolongan.” Inikan sudah gaya hidup yang sinkrit.
Kita tahu bahwa apa saja kalau sudah mulai kita
gantungkan kepada yang selain Allah, bersiap-siaplah untuk kecewa. Apa saja!
Kalau sudah mulai kita gantungkan kepada yang selain Allah, bersiaplah untuk
kecewa.
Jika kita akan melakukan suatu urusan yang berhubungan dengan pekerjaan, perdagangan, ibadah atau apapun itu namanya, yang penting kita dan Allah saja. Mau dipuji orang atau tidak, mau didenger orang atau tidak, mau dilihat orang atau tidak.
Yang terpenting dan terutama adalah, “Saya sebagai pelaksana sebuah ibadah dan Allah SWT sebagai tempat tujuan, kenapa ibadah ini saya laksanakan”.
Inilah yang diperintahkan Allah kepada kita, “Wa maa umiruu illa liya budhullaha mukhlisin = kalian tidak diperintahkan
kecuali menjadi penyembah Allah yang penuh keikhlasan.
Penyembah Allah yang berangkat dari semangat keikhlasan”.
Semoga kita
semua bisa belajar untuk ikhlas, tetap ikhlas, dan terus menerus ikhlas dalam
beribadah dan beramal soleh sampai akhir hayat.
***
Tulisan di
atas adalah kutipan awal dari ceramah almarhum KH. Zainuddin MZ ketika memberikan
kultum Ramadhan di TV7 (sekarang, Trans7). Tulisannya disesuaikan dengan gaya
penulis.
Referensi: KH.
Zainuddin MZ, “Ceramah Ramadhan: Ikhlas”, TV7, Jakarta.