Menjelang wafatnya Rasulullah saw, kami (para sahabat) berkumpul di
rumah Siti Aisyah binti Abu Bakar. Rasulullah mengamati kami hingga berderailah
air matanya.
Beliau pun bersabda: “Marhaban bikum (selamat datang bagimu), semoga
Allah selalu mengasihimu. Pesanku, bertakwalah kalian kepada Allah SWT dan
patuhillah segala perintah-Nya.”
“Kini telah dekat saat perpisahanku dengan kalian. Dan telah dekat pula
saat seseorang pulang ke hadirat Allah SWT untuk menghuni surga-Nya.”
“Maka, mandikanlah nanti jenazahku oleh Ali, dengan dibantu oleh Fadlal
bin Abbas yang menuangkan airnya, serta Usamah bin Zaid membantu mereka berdua.”
“Kemudian, bungkuslah jenazahku dengan kafan pakaianku sendiri jika
kalian mau, atau kain Yaman putih.”
“Jika kalian memandikanku, letakkanlah jenazahku di atas balai tempat
tidur di rumahku. Kemudian, keluarlah kamu sekalian sejenak meninggalkanku.”
“Maka, yang pertama mensholatiku adalah Allah SWT, lalu Jibril, kemudian
Isrofil, dan Mikail, serta izrail berikut pembantunya, sesudah itu para
malaikat seluruhnya.”
“Sesudah itu, kalian boleh masuk mensholatiku berjamaah.”
Maka, setelah mereka mendengar perpisahaan dari Nabi Muhammad saw,
menjeritlah dan menangis para sahabat sambil berkata, “Wahai Rasulullah,
engkaulah Rasul kami, sebagai penguat persatuan kami dan sebagai pemimpin yang
mengurusi urusan kami.”
“Maka, jika engkau telah tiada, kepada siapakah kami harus mengadukan
urusan kami?”
Maka, bersabdalah beliau: “Kutinggalkan kalian pada jalan yang benar dan
jelas. Dan kutinggalkan pula dua penasehat bagimu, yang satu pandai berbicara
sedangkan satunya lagi diam, itulah dia: Al
Quran dan maut.”
“Ketika kamu menghadapi urusan yang penting, maka kembalikanlah kepada Al Quran
dan As Sunah.”
“Dan jika hatimu keras, maka lunakkanlah dengan memetik hikmah dari
sabab-musababnya maut.”
Bersambung: Sholat Subuh Terakhir
Bersambung: Sholat Subuh Terakhir
***
Referensi: Abu H.F. Ramadlan BA, “Terjemah Duratun Nasihin”, Penerbit Mahkota, Surabaya.